Berita Psikiatri: Pengaruh perasaan mengantuk, protein otak, dan kebugaran pada lansia
Artikel ini merupakan terjemahan dari berita pada Psychiatric times pada bulan April 2018 yang membahas beberapa penelitian terbaru tentang Psikiatri Geriatri.
Tiga penelitian yang akan dibahas singkat menekankan rasa mengantuk, protein otak, dan kebugaran pada lansia. Ketiga faktor ini dihubungkan dengan risiko penyakit Alzheimer. Pasien lansia tanpa demensia yang menunjukkan rasa kantuk berlebih di siang hari akan memiliki risiko lebih tinggi untuk kemudian menderita penyakit Alzheimer. Orang dengan protein amyloid berlebih pada otaknya juga lebih mungkin menderita alzheimer karena peningkatan produksi protein tau. Penelitian juga menunjukkan bahwa wanita usia 50-an dengan tubuh yang bugar secara fisik memiliki kemungkinan menderita demensia 90% lebih rendah pada 10 tahun selanjutnya.
Rasa mengantuk pada lansia mungkin merupakan biomarker dari penyakit alzheimer
Rasa mengantuk berlebih pada lansia tanpa demensia mungkin meningkatkan akumulasi protein β-amyloid di otak.Protein ini merupakan biomarker penting pada penyakit Alzheimer. Pada penelitian kohort dengan 283 subyek umur 70 atau lebih tanpa demensia, partisipan diminta melengkapi survey tentang rasa mengantuk. Peserta menjalani setidaknya dua kali pemeriksaan radiologi otak selama 2009 sampai 2016. Sekitar seperempat (22.3%) peserta melaporkan rasa kantuk berlebihan pada kondisi sehari-hari. Hasl ini berkorelasi dengan peningkatan akumulasi β-amyloid pada area rentan di otak.
Implikasi klinis: Pengenalan dini pasien dengan rasa kantuk berlebih dan pengobatan gangguan tidur mungkin dapat mengurangi akumulasi β-amyloid pada populasi rentan (Carvalho et al, 2018)
Rasa mengantuk mungkin merupakan alat klinis sederhana yang dapat menilai risiko Alzheimer, namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan apakah hal ini terkait dengan masalah ‘ketidakstabilan pola tidur’ yang lebih serius, gangguan fungsi sinaps atau ‘network overload’, atau neurodegenerasi ‘wakefulness-promoting centers’.
Mempengaruhi Protein Tau mungkin dapat menjadi tujuan treatment baru pasien Alzheimer
Adanya protein amyloid di otak meningkatkan produksi tau, yang kemudian akan mempercepat perkembangan penyakit Alzheimer. Penelitian dengan label isotop dan mass spectrometry mengukur perubahan kinetik dari berbagai isoform dan fragmen-fragmen protein tau pada otak manusia. Subyek adalah 24 orang, beberapa di antaranya sudah menunjukkan adanya plak amiloid dan gejala Alzheimer ringan. Pada pasien normal dan Alzheimer, peningkatan produksi tau berkorelasi dengan penumpukan plak amiloid. Maka mungkin terdapat hubungan antara plak amiloid dengan proses fisiologis terkait protein tau.
Implikasi klinis: “Kami pikir temuan ini akan mengarahkan pada terapi spesifik yang mempengaruhi proses perjalanan penyakit itu sendiri”
Hal ini dikatakan oleh peneliti senior dr Randall Bateman, MD, Profesor neurologi di Washington University School of Medicine di St. Louis, MO. Menghambat produksi tau mungkin bisa dijadikan target terapi untuk penyakit ini (Sato et al, 2018).
Risiko demensia terkait kebugaran fisik
Wanita paruh baya dengan fisik yang bugar memiliki penurunan risiko yang dramatis untuk menderita demensia di waktu-waktu kemudian. Pada penelitian dengan 1492 wanita umur 38 sampai 60 tahun, 191 wanita diminta melakukan pemeriksaan kebugaran sistem kardiovaskular dengan “stepwise-increased maximal ergometer cycling test”. Selama 44 tahun kemudian, subyek menjalani 6 pemeriksaan untuk menentukan insidensi demensia. Wanita dengan kebugaran tinggi memiliki onset demensia yang lebih lambat. Rata-rata, umur pada onset demensia lebih tua 9,5 tahun dibandingkan wanita dengan kebugaran sedang. Wanita dengan dengan kebugaran tinggi juga memiliki risiko 88% lebih rendah dibandingkan wanita dengan kebugaran sedang.
Implikasi klinis: “Temuan ini menarik karena terdapat kemungkinan bahwa memperbaiki kebugaran kardiovaskuler pasien pada usia paruh baya dapat menperlambat atau bahkan mencegah mereka mengalami demensia”
Hal ini dikatakan oleh peneliti utama Helena Hörder, PhD, dari the University of Gothenburg du Gothenburg, Swedia. Namun, peneliti menekankan bahwa penelitian hanya menunjukkan asosiasi antara kebugaran kardiovaskuler dan demensia. “Masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk melihat apakah peningkatan kebugaran secara umum memiliki efek positif pada risiko demensia dan juga untuk melihat kapan dalam masa hidup pasien, kebugaran memiliki efek yang paling penting,” beliau menambahkan.
Sumber:
http://www.psychiatrictimes.com/geriatric-psychiatry/sleepiness-brain-proteins-and-fitness-older-adults
Carvalho DZ, et al. Association of Excessive Daytime Sleepiness With Longitudinal β-Amyloid Accumulation in Elderly Persons Without Dementia. JAMA Neurol. 2018 Mar 12.
C Sato et al. Tau Kinetics in Neurons and the Human Central Nervous System. Neuron. 2018;97:1284-1298.e7.
Hörder H, Johansson L, Guo X, et al. Midlife cardiovascular fitness and dementia: A 44-year longitudinal population study in women. Neurology. 2018;90:e1298-e1305.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!